Suku Sasak Lombok(NTB)
Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan "MERARIK" atau "SELARIAN". Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut dengan "MESEJATI" atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan "NYELABAR" atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.
AGAMA
Sebagian
besar penduduk suku SASAK beragama islam dan sebagian kecil dari mereka
ada yang disebut dengan istilah "ISLAM WEKTU TELU". Islam Wektu Telu
ini terbentuk dari sejarah peninggalan penyebaran agama islam yang
dilakukan oleh 9 Wali atau yang disebut denga "WALI SONGO" dari JAWA.
Dimana pada saat itu ISLAM belum sempurna disampaikan kepada penduduk
suku SASAK.
BAHASA
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Menurut ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, Bahasa Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian Malayo-Polynesian (MP),Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.
Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di lombok timur, Walaupun secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)
Dari Aspek Bahasa, Papuk Bloq kita bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi).
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Menurut ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, Bahasa Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian Malayo-Polynesian (MP),Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.
Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di lombok timur, Walaupun secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)
Dari Aspek Bahasa, Papuk Bloq kita bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi).
Kehidupan SosialMata
Pencaharian mayoritas penduduk adalah berladang. Mereka menanam jagung,
tomat dan Lebuikoma (kacang kedelai) di Parkir Batuko. Mereka juga
memakai sistem Tumpang Sari, Lekuk Lungkung. Ladang mereka dapat
dijumpai di ujung route Senaru. Di dekat ladang penduduk ini juga
sekarang dikembangkan Proyek Pembangunan Pusat Pengembangan Gaharu yang
dikelola oleh Ditjen Rehabilitasi Lahandan Perhutanan Sosial, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan dan Universitas Mataram. Selain berladang,
mereka juga berternak Kambing dan Kerbau unutk dijual dagingnya di saat
acara-acara keagamaan. Selein itu, mereka juga berburu kijang dengan
menggunakan senjata Pemangan (menyerupai tombak) dan Rajut (menyerupai
Bambu runcing). Di perkampungan tersebut kami juga mendapati beberapa
bangunan menyerupai gardu yang rupanya adalah tempat mereka mengadakan
musyawarah-musyawarah kampung ataupun sekedar kumpul-kumpul. Mereka
tidak mempunyai tempat peribadatan tertentu. Di Suku sasak ini, tidak
terdapat paksaan dalam pernikahan. Pemuda/I Sasak dapat memilih
pasangannya dengan bebas, bahkan dapat pula dengan orang luar.
Pernikahan dibiayai oleh orang tua pihak wanita. Proses pernikahan
memakan waktu sekitar 1 bulan, walau akad nikah (didampingi kyai) hanya
memakan waktu 3 hari. Dalam rangka mempertahankan jumlah penduduknya
yang 80 orang, apabila suatu keluarga mempunyai putra lebih dari 1, maka
hanya anak pertama saja yang diharuskan untuk tinggal di perkampungan,
sementara sisanya diharuskan unutk meninggalkan kampung untuk merantau.
RITUAL SAKRAL
Banyak
hal menarik yang bisa dilihat pada kebudayaan suku Sasak, Lombok ini.
Disamping alam dan panoramanya yang indah, Lombok juga yang merupakan
wilayah yang didiami oleh Suku Sasak menyimpan berbagai tradisi dan
ritual upacara yang sangat menarik untuk disaksikan. Beberapa ritual
upacara yang menurut Budaya Nusantara sangat menarik untuk disaksikan antara lain: Upacara Bau Nyale, Periseian, Bebubus Batu dan Parang Topat.
Bagaimana prosesi dan apa menariknya keempat tradisi Suku Sasak tersebut, inilah gambaran singkatnya:
1. Bau nyale
Bau Nyale adalah sebuah peristiwa atau tradisi sakral yang sarat akan legenda yang melatar belakangi ritual tersebut. Dikisahkan, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang putri yang cantik jelita dan banyak diperebutkan oleh banyak putra mahkota dari raja-raja di Nusantara. Putri cantik itu bernama Putri Mandalika. Ia seorang putri Raja Tonjang Baru yang kerajaannya berada di wilayah yang didiami oleh suku Sasak sekarang ini.
Bau Nyale adalah sebuah peristiwa atau tradisi sakral yang sarat akan legenda yang melatar belakangi ritual tersebut. Dikisahkan, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang putri yang cantik jelita dan banyak diperebutkan oleh banyak putra mahkota dari raja-raja di Nusantara. Putri cantik itu bernama Putri Mandalika. Ia seorang putri Raja Tonjang Baru yang kerajaannya berada di wilayah yang didiami oleh suku Sasak sekarang ini.
Karena
kecantikannya yang banyak menarik para putra mahkota untuk meminangnya
hingga Putri Mandalika menjadi bingung untuk menerima atau menolak salah
satu dari mereka. Bila salah satu ditolak pinangannya maka tak pelak
lagi pasti akan terjadi peperangan seperti lazimnya zaman itu di mana
tradisi pada saat itu yang menganggap penolakan sebuah pinangan dianggap
sebagai suatu pelecehan martabat dan harga diri.
Karena
kebingungan dan kecemasan akan meletusnya peperangan hanya karena
pinangan mereka ditolak, maka pada akhirnya Putri Mandalika, pada
tanggal 20 bulan kesepuluh memutuskan untuk menceburkan diri ke laut
lepas, hingga akhirnya tewas dan kemudian menjelma menjadi roh halus
yang mendiami kawasan tersebut.
Dasar
kepercayaan inilah yang kemudian menjadi pijakan bagi Suku Sasak untuk
menyelenggarakan ritual Bau Nyale secara rutin. Suku sasak percaya bahwa
Nyale merupakan jelmaan dari Putri Mandalika yang oleh karenanya
sebelum diambil dan dimanfaatkan harus diberi penghormatan khusus
terlebih dahulu. Nyale sendiri sebenarnya adalah sejenis binatang laut
berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina.
Upacara ini diadakan setahun sekali pada setiap akhir Februari atau
Maret. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam
keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk
kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis
sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Periseian
Pariseian sebenarnya adalah sebuah tradisi yang digelar rutin tiap tahun oleh masyarakat suku Sasak di mana dalam Periseian ini diadakan sebuah pertarungan antar dua orang di arena dengan bersenjatakan sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang.
Pariseian sebenarnya adalah sebuah tradisi yang digelar rutin tiap tahun oleh masyarakat suku Sasak di mana dalam Periseian ini diadakan sebuah pertarungan antar dua orang di arena dengan bersenjatakan sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang.
Periseian
sendiri pada awalnya adalah sebuah latihan pedang dan perisai oleh
prajurit kerajaan di Lombok sebelum mereka menghadapi perang yang
sesunggunya di medan perang. Namun, dalam perjalanannya Periseian ini
kemudian berkembang dan tetap dilaksanakan hingga kini oleh suku Sasak
sebagai ajang bertarung di arena dengan juri sebagai pengatur
pertandingan. Suku Sasak tahu betul akan sportifitas, dan karenanya
meski dalam arena mereka sampai berdarah-darah terkena sabetan rotan
lawannya namun di luar arena mereka sama sekali tak ada dendam satu sama
lain. Mereka tahu betul bahwa itu hanya sebuah permainan yang karenanya
tak perlu di bawa hingga ke hati dan menimbulkan dendam hanya karena
terluka pada saat bertarung di arena.
3. Bebubus Batu
Bebubus batu adalah sebuah ritual upacara yang masih dilaksanakan di Dusun Pandang Kecamatan Swela, di mana dalam upacara bebubus batu ini seperti juga arti dari kata bebubus yang berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Bebubus batu adalah sebuah ritual upacara yang masih dilaksanakan di Dusun Pandang Kecamatan Swela, di mana dalam upacara bebubus batu ini seperti juga arti dari kata bebubus yang berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Prosesi
acara ini dipimpin oleh Pemangku adat yang diiringi oleh kiyai,
penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat dan membawa
Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan
upacara. Upacara Bebubus batu uni dilaksanakan setiap tahunnya yang
dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.
4. Perang Ketupat (Perang Topat)
Upacara perang topat ini dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai petani sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang telah diberikan dan sekaligus awal dari sebiah harapan akan berkah sang Pencipta agar pada tahun-tahun mendatang mereka diberi karunia hujan yang cukup, tanah yang subur untuk ditanami, dan panen ayang berlimpah.
Upacara perang topat ini dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai petani sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang telah diberikan dan sekaligus awal dari sebiah harapan akan berkah sang Pencipta agar pada tahun-tahun mendatang mereka diberi karunia hujan yang cukup, tanah yang subur untuk ditanami, dan panen ayang berlimpah.
Secara teknis, upacara perang topat ini adalah saling melempar ketupat antara dua pihak dalam satu arena yang disebut dengankemalig.
Dalam upacara perang topat ini bisa digelar hingga berhari-hari dengan
berbagai rangkaian di dalamnya. Tiga hari sebelum upacara saling
melempar ketupat itu dilakukan upacara yang sifatnya sebagai persiapan.
Pada tahap persiapan itu, kemalig, arena dan alat-alat upacara
dibersihkan. Sehari sebelum upacara mereka membuat janur (kebun odeg),
artinya kebun kecil agung yang nantinya akan dibawa kemalig. Sebelum
perang dimulai, ada acara penyembelihan kerbau dan acara-acara lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar